Dampak Positif MBG, Indeks Massa Tubuh Anak Meningkat

Tim Redaksi

Lentera Post – Masyarakat mulai merasakan dampak positif dari pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat adanya peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada anak-anak dan remaja di sejumlah daerah penerima manfaat.

“Hasil pemantauan selama 15 minggu pelaksanaan program di Kota Bogor menunjukkan adanya peningkatan rata-rata IMT menurut umur. Hal serupa juga terjadi di Aceh, di mana status gizi siswa sekolah dasar penerima Program MBG menunjukkan perbaikan ke arah status gizi yang lebih baik,” kata Ikeu Tanziha, Dewan Pakar Bidang Gizi BGN di SDS Barunawati II, Slipi, Jakarta Barat, Senin (14/7/2025).

IMT adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang dengan membandingkan berat badan dan tinggi badan. IMT dapat digunakan untuk memperkirakan apakah seseorang memiliki berat badan kurang, normal, berlebih, atau obesitas.

Program MBG merupakan inisiatif pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah gizi, terutama stunting, pada anak-anak dan ibu hamil/menyusui.

Melalui Program MBG, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas gizi masyarakat melalui penyediaan makanan bergizi secara langsung, baik di sekolah maupun bagi kelompok rentan seperti balita dan ibu hamil.

Ikeu menegaskan, masalah gizi tidak hanya menjadi tantangan nasional, tetapi juga isu global. Organisasi-organisasi internasional seperti WHO dan UNICEF telah menetapkan enam target global untuk menanggulangi permasalahan gizi, yaitu:
1. Penurunan prevalensi stunting,
2. Penurunan prevalensi anemia,
3. Penurunan prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR),
4. Penurunan prevalensi overweight,
5. Peningkatan pemberian ASI eksklusif,
6. Penurunan prevalensi wasting (kurus akibat gizi buruk akut).

Di Indonesia, kata Ikeu, anak-anak masih menghadapi tantangan besar berupa Triple Burden of Malnutrition atau tiga beban gizi. Kondisi ini terjadi ketika suatu daerah secara bersamaan menghadapi: Undernutrition (gizi kurang), Overnutrition (gizi lebih/obesitas), Micronutrient Deficiency (kekurangan zat gizi mikro).

Meski demikian, kata Ikeu, berbagai intervensi pemerintah untuk mengatasi permasalahan gizi mulai menunjukkan hasil positif. Data BGN menunjukkan prevalensi stunting menurun dari 21,5 persen pada 2023 menjadi 14,8 persen di 2024. Begitu juga dengan prevalensi wasting yang turun dari 8,5 persen menjadi 7,4 persen pada periode yang sama.

“Karena itu, kita harus terus mengupayakan penurunan permasalahan gizi anak-anak bangsa demi mewujudkan Indonesia Maju 2045. Intervensi harus dilakukan sepanjang siklus kehidupan, dimulai dari ibu hamil, ibu menyusui (untuk meningkatkan kualitas ASI), hingga pada anak balita dan remaja,” jelas Ikeu.

Ia juga menekankan pentingnya intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Masa ini disebut sebagai “periode emas” dalam menentukan status gizi dan tumbuh kembang anak ke depan.

“Karena itu, BGN sangat menaruh perhatian pada kelompok ini. Salah satu sasaran utama penerima makanan bergizi adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita dalam 1.000 hari pertama mereka,” tambahnya.

sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *