Lentera Post,
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan komitmennya untuk memperkuat layanan informasi publik yang inklusif bagi penyandang disabilitas, khususnya disabilitas tuli.
Hal tersebut disampaikan Direktur Informasi Publik Ditjen Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Nursodik Gunarjo, dalam Diskusi Interaktif bertajuk “Masa Depan Bahasa Isyarat: Menuju Ekosistem Komunikasi dan Dunia Kerja yang Inklusif” di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
“Kerangka kebijakan nasional kita sebenarnya sudah sangat kuat, mulai dari konstitusi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, hingga UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Namun tantangan terbesar adalah komitmen untuk menegakkannya,” ujar Nursodik.
Nursodik mengungkapkan masih banyak hambatan dalam diseminasi informasi publik yang ramah bagi penyandang disabilitas. Pertama, jumlah Juru Bahasa Isyarat (JBI) masih sangat terbatas. “Idealnya menurut PBB, satu JBI melayani 100 orang, tetapi di Indonesia saat ini satu JBI melayani hingga ribuan orang,” jelasnya.
Kedua, aksesibilitas situs kementerian/lembaga masih rendah. Survei tahun lalu menemukan baru 54 persen situs pemerintah yang menyediakan fitur ramah disabilitas, seperti teks terjemahan, subtitles, atau pembacaan otomatis. “Artinya, masih ada hampir separuh lebih situs yang belum ramah akses,” imbuhnya.
Selain itu, masih banyak aparatur pemerintah yang belum memahami kebutuhan komunikasi disabilitas, sehingga inklusivitas belum benar-benar menjadi arus utama.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Kemkomdigi menerapkan strategi hulu, tengah, dan hilir. Di hulu, penguatan regulasi dilakukan melalui penyusunan rancangan Peraturan Menteri tentang Layanan Komunikasi dan Informasi Publik Berbasis Digital bagi Penyandang Disabilitas. Regulasi ini ditargetkan rampung akhir 2025.
Di level implementasi, Kemkomdigi sedang melakukan revitalisasi portal info.go.id agar lebih ramah disabilitas, serta memperluas penggunaan JBI dalam konferensi pers pemerintah, termasuk dalam program Forum Merdeka Barat 9 (FMB9).
Kemkomdigi juga rutin melaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis komunikasi publik ramah disabilitas. Pada 2025, pelatihan kompetensi TIK nasional diikuti 2.652 peserta penyandang disabilitas dari 38 provinsi, melibatkan 110 JBI, 190 trainer, serta 83 asesor. “Ini menjadi langkah konkret agar penyandang disabilitas bisa mengembangkan keterampilan digital dan berdaya saing,” terang Nursodik.
Selain itu, digelar pula Digital ICT Camp with Disabilities untuk generasi muda disabilitas usia 12–20 tahun, yang berfokus pada pelatihan intensif keterampilan digital dan kompetisi TIK.
Nursodik menegaskan prinsip transformasi digital Kemkomdigi adalah no one left behind. “Tidak boleh ada yang tertinggal. Inklusivitas harus dijaga, dari regulasi, program, hingga kebermanfaatannya bagi penyandang disabilitas,” tegasnya.
Ia juga mendorong seluruh kementerian/lembaga segera mengadopsi fitur digital ramah disabilitas di situs dan platform resmi mereka, seperti text-to-speech, speech-to-text, dan closed caption. “Langkah sederhana ini bisa menjadi praktik nyata inklusi yang bermanfaat bagi penyandang disabilitas,” pungkasnya.