Lentera Post,
Di era ketika segalanya serba digital, urusan naik transportasi umum pun tak lagi sekadar soal menunggu bus atau kereta. Kini, cara kita membayar ongkos perjalanan tengah mengalami transformasi besar. Digitalisasi pembayaran yang dulu dianggap tambahan layanan, kini diposisikan pemerintah sebagai kunci integrasi transportasi nasional.
Dalam forum diskusi tentang transportasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (2/9/2025), Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda Kementerian Perhubungan (Ditjen Intram Kemenhub), Risal Wasal, menegaskan bahwa sistem pembayaran digital akan membantu menekan biaya hidup sekaligus memperlancar arus mobilitas masyarakat.
“Biaya transportasi kita masih tinggi, mencapai 12,46 persen dari total biaya hidup. Idealnya, menurut standar Bank Dunia, tidak lebih dari 10 persen. Integrasi tarif dan sistem pembayaran terpusat akan meringankan beban itu,” katanya.
Data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mencatat, pergerakan orang di wilayah Jabodetabek setiap harinya mencapai lebih dari 75 juta perjalanan. Tanpa integrasi layanan, beban biaya dan waktu tempuh masyarakat akan semakin berat.
Risal menambahkan, sistem tap-in dan tap-out yang terintegrasi bukan hanya memudahkan pengguna, tetapi juga menyimpan data perjalanan yang bisa dipakai pemerintah untuk memperbaiki layanan.
“Data itu dasar perencanaan kapasitas, penyusunan subsidi tarif, dan memastikan layanan angkutan umum saling terhubung, terintegrasi, serta berkelanjutan,” jelasnya.
Menurut Risal, integrasi transportasi tak boleh berhenti di kawasan metropolitan saja. Ia menegaskan pentingnya menjangkau Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP), sehingga distribusi logistik dan mobilitas masyarakat bisa berjalan lebih lancar.
“Tugas kita memastikan semuanya seamless, baik secara layanan maupun simpul. Jadi bukan hanya mobilitas orang, tetapi juga arus barang yang lancar,” katanya.
Integrasi tarif sebenarnya sudah lebih dulu diterapkan di Jakarta. Layanan TransJakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta kini terhubung dalam satu skema, dengan tarif maksimal Rp10.000 untuk perjalanan lintas moda dalam tiga jam.
Ke depan, Ditjen Intram berencana memperluas integrasi itu dengan KAI Commuter dan LRT Jabodebek, sebelum kemudian melangkah ke tahap lebih besar: Mobility as a Service (MaaS). “MaaS memungkinkan berbagai moda transportasi direncanakan, dipesan, dan dibayar lewat satu platform. Perjalanan jadi lebih mudah, murah, dan efisien,” tegas Risal.
Kolaborasi Multipihak
Forum diskusi ini juga menghadirkan beragam perspektif. Dwiyanto Cahyo Sumirat, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Surakarta, menekankan bahwa digitalisasi pembayaran akan mempercepat inklusi keuangan.
Sementara Taufiq Muhammad, Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta, melihat peluang besar bagi Solo untuk menjadi percontohan kota yang nyaman dengan integrasi transportasi modern.
Dari sisi swasta, Kelvin Timotius, VP Customer Payment Gopay, menyebut pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan teknologi.
“Kalau sistem pembayaran digital bisa diterima luas, masyarakat tidak hanya lebih mudah bepergian, tapi juga bisa mengatur pengeluaran transportasinya dengan lebih transparan,” katanya.
Dengan digitalisasi, masyarakat diharapkan tak hanya mendapat kemudahan naik kendaraan umum, tetapi juga manfaat nyata berupa biaya transportasi lebih ringan.
Di balik gagasan ini, ada visi besar: transportasi yang inklusif, terintegrasi, dan berpihak pada publik. Sebab, di jalan raya yang macet atau di kereta yang penuh penumpang, ujung-ujungnya kita semua ingin hal yang sama: perjalanan yang lebih mudah, murah, dan nyaman.