Lentera Post – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) memberi informasi lebih lanjut mengenai perkembangan terbaru terdakwa terorisme yang ditahan di penjara Guantanamo, Encep Nurjaman alias Hambali.
Saat ini, Hambali dikabarkan dalam status sedang diadili Pengadilan Militer Amerika Serikat (AS) setelah lebih dari 20 tahun ditahan di Guantanamo. Sebelum ditangkap aparat AS di Thailand pada 2003, Hambali merupakan terdakwa kasus Bom Bali 1 pada 2002 dan pengeboman Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003.
“Kami berharap pemerintah AS dapat memberikan perkembangan terbaru mengenai status Hambali,” kata Yusril melalui keterangan resmi, usai pertemuan dengan Chargé d’Affaires atau Kuasa Usaha AS, Peter Haymond, di Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Menurut Menko Yusril Ihza Mahendra, Indonesia juga terbuka untuk membicarakan repatriasi warga negara Indonesia (WNI) yang tengah menjalani hukuman di luar negeri.
Dalam pertemuan, Yusril bersama Haymond membahas kelanjutan kemitraan komprehensif kedua negara. Pertemuan menyoroti berbagai isu strategis di tingkat bilateral maupun global, termasuk demokrasi, hak asasi manusia (HAM), terorisme, dan kejahatan lintas negara.
Ia menegaskan komitmen Indonesia terhadap prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan penghormatan HAM, sembari menekankan pentingnya konteks nasional. “Indonesia berkomitmen untuk menegakkan demokrasi dan HAM. Namun, kami juga harus memastikan bahwa upaya tersebut dijalankan sesuai dengan nilai dan realitas nasional kami,” ujarnya.
Yusril juga menyampaikan ketertarikan untuk memperluas kerja sama di bidang imigrasi, pemberantasan perdagangan manusia, serta reformasi profesional.
Dalam kesempatan itu, Menko Kumham Imipas tak lupa membahas isu terorisme dan HAM di Indonesia, termasuk rencana pemerintah untuk kemungkinan memberikan amnesti kepada sejumlah individu terkait aktivitas terorisme.
Sementara itu, Haymond mengatakan tim hukum Departemen Pertahanan AS dijadwalkan mengunjungi Indonesia dalam beberapa bulan ke depan untuk membicarakan kasus Hambali.
Pemerintah Indonesia dan AS juga sepakat untuk melanjutkan pembahasan mengenai repatriasi, baik terhadap warga negara AS di Indonesia maupun 27 WNI di Suriah Timur Laut.
Selain itu, Haymond menyinggung masalah penyitaan kapal MT Arman serta menyampaikan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan kasus tersebut.
Adapun Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) segera melaksanakan eksekusi putusan pidana atas kapal supertanker MT Arman 114 setelah putusan perdata kepemilikan kapal tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Kepri.
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan perkara pidana Nomor 941/Pid.Sus/2023/Pn Batam yang memutuskan kapal yang pernah berlabuh selama setahun di perairan Batam dan berpotensi merusak laut tersebut dirampas untuk Negara. Kapal itu memiliki kaitan dengan Iran, yang saat ini tengah diembargo AS dalam kasus minyak.
Kuasa Usaha AS juga menyatakan minat Negeri Adidaya tersebut untuk melanjutkan negosiasi perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan Indonesia. “Kami terbuka untuk meninjau kembali perjanjian bantuan hukum timbal balik yang pernah dibahas sebelumnya agar kerja sama hukum antara kedua negara dapat lebih efektif,” ucap Peter Haymond.
Haymond juga menyampaikan apresiasi atas kerja sama Indonesia dalam menerima pemulangan individu dari AS, yang menjadi wujud nyata kemitraan yang terus berkembang antara kedua negara.
Tak hanya itu, Peter Haymond turut mengangkat isu pembebasan bersyarat dengan alasan kemanusiaan bagi warga negara AS yang sedang menjalani hukuman di Indonesia, termasuk kasus Van Der Heiden, dan dua warga AS lainnya.
Dia juga menyoroti permintaan pemerintah AS agar Indonesia mempertimbangkan repatriasi 27 wanita dan anak-anak asal Indonesia yang saat ini berada di berbagai kamp Suriah Timur Laut. “Kami berharap Indonesia dapat meninjau kemungkinan pemulangan mereka sebagai bagian dari upaya bersama dalam mengatasi isu kemanusiaan,” tuturnya.