Blog  

Fenomena Overthinking di Kalangan Remaja, Apakah Media Sosial Jadi Pemicu?

Lentera Post –Fenomena overthinking atau memikirkan sesuatu secara berlebihan kini melanda kalangan remaja. Kondisi ini sering kali menimbulkan kecemasan, stres, bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sebuah pertanyaan kemudian muncul: seberapa besar peran media sosial dalam memicu fenomena ini?

Overthinking pada remaja dapat memanifestasikan diri dalam berbagai bentuk, mulai dari kekhawatiran berlebihan tentang penampilan, prestasi akademik, hingga interaksi sosial. Menurut beberapa psikolog, masa remaja menandai periode krusial di mana individu mencari identitas diri dan sangat peka terhadap penilaian dari lingkungan sekitar. Di sinilah media sosial memainkan peran signifikan.

Dua Sisi Mata Uang Media Sosial

Media sosial, dengan segala kemudahannya, menawarkan platform bagi remaja untuk terhubung, berbagi, dan mengekspresikan diri. Namun, di balik kemudahan tersebut, tersimpan potensi pemicu overthinking.

Perbandingan Sosial:

Salah satu pemicu utama melibatkan perbandingan sosial. Remaja cenderung membandingkan kehidupan mereka dengan apa yang mereka lihat di media sosial, yang seringkali merupakan representasi idealis dan tidak realistis. Foto-foto liburan mewah, pencapaian luar biasa, atau standar kecantikan yang tidak proporsional dapat memicu perasaan tidak aman dan kurangnya diri, berujung pada overthinking tentang “apakah aku cukup baik?”.

Tekanan untuk Tampil Sempurna:

Media sosial juga menciptakan tekanan untuk selalu tampil sempurna. Setiap unggahan, komentar, atau bahkan jumlah “like” dapat menjadi bahan pertimbangan berlebihan. Remaja mungkin menghabiskan waktu berjam-jam memikirkan caption yang tepat, filter terbaik, atau bahkan kapan waktu terbaik untuk mengunggah agar mendapatkan respons maksimal. Kecemasan akan penilaian publik ini memicu siklus overthinking yang tak berujung.

Fear of Missing Out (FOMO):

Selain itu, fenomena FOMO (Fear of Missing Out) juga kian memperparah kondisi. Melihat teman-teman bersenang-senang atau menghadiri acara yang tidak mereka ikuti dapat menimbulkan rasa cemas dan overthinking tentang mengapa mereka tidak diajak atau apakah mereka melewatkan sesuatu yang penting.

Dampak Negatif dan Upaya Mengatasi

Overthinking yang terus-menerus dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik remaja, seperti gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, hingga isolasi sosial.

Para ahli menyarankan pentingnya literasi digital bagi remaja. Edukasi tentang penggunaan media sosial yang bijak, pemahaman bahwa apa yang terlihat di media sosial tidak selalu mencerminkan realitas, serta pentingnya batasan waktu penggunaan, menjadi krusial. Peran orang tua dan guru dalam membimbing serta menciptakan lingkungan yang suportif juga sangat diperlukan.

Meskipun media sosial bukan satu-satunya faktor, tidak dapat dimungkiri bahwa ia berkontribusi besar dalam membentuk cara remaja berinteraksi dan memproses informasi. Memahami pemicu ini merupakan langkah awal untuk membantu remaja menghadapi dan mengatasi fenomena overthinking demi kesehatan mental yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *