Lentera Post – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani menegaskan, setiap kebijakan negara harus sepenuhnya berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan sekadar kepentingan sektoral atau jangka pendek.
Dalam pembukaan Masa Sidang Pertama Tahun Sidang Kedua 2024–2029, yang juga dihadiri Presiden RI Prabowo Subianto saat menyampaikan pidato kenegaraan dan nota keuangan, Puan menyebut momentum ini sebagai waktu strategis bagi DPR RI dan pemerintah untuk memuat arah kebijakan negara secara menyeluruh.
Menurut Puan, masyarakat menaruh harapan besar bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, arah kebijakan nasional akan semakin berpihak pada kehidupan rakyat. Untuk mewujudkan hal tersebut, DPR RI melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan akan menjalankan peran sebagai mitra konstitusional pemerintah dalam menyukseskan pembangunan nasional.
“DPR RI akan memastikan seluruh pelaksanaan pembangunan nasional dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku dan berorientasi pada kepentingan rakyat,” tegas Puan, dalam pidatonya, Jumat (15/8/2025).
Dalam fungsi legislasi, Puan memaparkan, DPR RI bersama pemerintah memiliki tanggung jawab membentuk undang-undang yang memenuhi kebutuhan legislasi nasional. Pada tahun pertama periode 2024–2029, DPR RI telah menyelesaikan pembahasan 14 rancangan undang-undang, masing-masing: Komisi I (1 UU), Komisi II (10 UU), Komisi VI (1 UU), dan Badan Legislasi (2 UU). Sementara itu, sejumlah rancangan undang-undang lainnya masih dalam tahap pembahasan.
Pada masa persidangan ini, DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI memfokuskan pembahasan 11 rancangan undang-undang pada tahap pembicaraan tingkat I. “Kami memprioritaskan kualitas daripada kuantitas dalam pembentukan undang-undang,” ujar Puan.
Ia menekankan bahwa pembentukan undang-undang kerap melibatkan kepentingan yang berbeda, mulai dari hubungan majikan dan pekerja, pengusaha dan konsumen, aparatur dan rakyat, hingga penyedia dan pengguna jasa. Situasi ini, kata Puan, menuntut sikap adil dan bijaksana agar hukum menjadi instrumen keadilan bagi seluruh warga negara.
Puan menegaskan, partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) merupakan syarat penting dalam proses legislasi. Dengan mendengar dan mempertimbangkan aspirasi publik, produk hukum yang dihasilkan akan memiliki legitimasi keadilan dan penerimaan yang lebih luas.